Entri Populer

Nitnot Blog

Let's read my blog

































Senin, 16 September 2013

cinta dan alasan


Manusia hidup musti punya alasan. Apapun itu alasannya, sesimpel apapun itu alasannya, alasan tetaplah sebuah alasan. Alasanlah yang membuat ada progres di hidup kita. Jadi bisa dibilang kalau alasan itu adalah motivasi.
Begitu juga dalam kehidupan percintaan kita. Begitu banyak alasan yang ada untuk kita menjatuhkan pilihan terhadap orang itu untuk menjadikan dia pasangan kita.
"Berarti cintanya ngga tulus dong kalo pake alasan gitu?"
“Berarti bisa aja dong untuk ninggalin cintanya untuk alasan yang lebih baik lagi yang tiba2 muncul di luar sana?”
Walau gue sempat menyebut kata cinta di atas, tapi sebaiknya jangan lompat terlalu jauh dulu kesana. Alasan yang gue maksud dalam kehidupan percintaan disini adalah alasan kita untuk MENYUKAI pada fase awal. Sebelum berubah menjadi cinta, biasanya kita melewati suka dulu. Langkah awalnya selalu begitu untuk berkembang lebih jauh lagi menjadi perasaan yang lebih dalam. Kita menyukai seseorang atau sesuatu KARENA bla bla bla bla. Perasaan yang mudah dipengaruhi hal dari luar dan masih mudah goyah. Tapi saat kita tidak ingin kehilangan akan seseorang atau sesuatu itu padahal kita tau dia bukan yang sempurna sedangkan banyak di luar sana yang mungkin lebih bagus, itulah cinta. Alasan-alasan kita di awal saat menyukai seseorang atau sesuatu itu telah berkembang menjadi hal yang lebih dalam dan cenderung tanpa pamrih. Saat kita telah mencintai kita akan selalu mengidamkan dan merasa bahagia menempatkan dia di hati kita dan melakukan sesuatu hal untuk dia secara tulus. Kalaupun terjadi sebuah perpisahan bukan dikarenakan sesuatu yang lebih baik yang ada di luar sana yang membuat kita berpaling, tapi karena hal lain. Itulah ciri cinta

Cinta bukan mengenai apa yang terbaik dari yang ada dan tersedia, tapi apa yang kita rasa paling pas untuk diri kita yang tetap membawa senyum di hati kita dalam keadaan apapun, kapanpun.

Minggu, 15 September 2013

Sama saja


Kamu datang membawa banyak harapan, membawa banyak janji lewat bisikan. Kauhangatkan hatiku yang dingin dengan sesuatu yang kausebut cinta. Kaugenggam lembut perasaanku dengan sesuatu yang kausebut kisah nyata. Lalu, sosokmu masuk dalam hidupku; membawa warna berbeda dalam hari-hariku.

Aku sudah bosan dengan mata bengkak karena menangis, sudah bosan melamun karena disakiti, dan sudah bosan merasa lelah karena terlalu sering dibuat menunggu. Kamu kembali bisikan sesuatu lagi di telingaku, "Aku tidak akan seperti dia." Kamu selalu mengaku begitu, kamu berjanji tak akan menyakitiku seperti beberapa orang yang lebih dahulu datang ke dalam hidupku.

Sayang, aku begitu memercayaimu. Ketika kaudatang membawa sesuatu yang menarik, mataku terlalu silau untuk mengawasi gerak-gerikmu. Pesonamu terlalu berkilau hingga membuatku buta segala. Hatiku kaukendalikan, perasaanku kaueratkan, dan hatiku kaupermainkan. Pelan-pelan, kamu semakin masuk ke dalam hidupku, kamu juga terlibat dalam nasibku. Kita semakin dekat karena percakapan-percakapan manis di ujung telepon, juga sebab kata-kata manismu dalam setiap obrolan bodoh kita di pesan singkat.

Suaramu mengalir di telingaku setiap malam. Menghujaniku dengan kata sayang, mengangkatku dengan kebahagiaan yang kaujanjikan, dan membawaku terbang ke mimpi-mimpi yang pernah kita rancang dengan begitu teliti dan teratur. Hadirmu membuat aku percaya bahwa cinta tak melulu soal air mata. Aku begitu mudah merasa nyaman denganmu, begitu mudah merasa bahwa kamu adalah pengobat lukaku. Kuikuti permainanmu, permainan yang tak kuketahui peraturannya. Aku masuk tanpa persiapan, ketika kaubawa aku berlari, berjalan, dan berhenti; aku masih tetap merasa baik-baik saja. Padahal, diam-diam, kausedang merancang sesuatu. Sesuatu yang ujung-ujungnya malah menyakitiku.

Kamu pernah berjanji, suatu hari nanti hanya kamulah yang bertahan untuk bersamaku. Kamu pernah berkata, bahwa sosokku hanya mampu diimbangi oleh sosokmu. Kamu pernah menjanjikan kita yang bahagia, yang nyata, yang tanpa luka. Tapi, nyatanya? Kamu mengikari janji-janji yang sempat membuatku berharap lebih. 

Kamu sama saja, Sayang. Sama seperti yang lainnya, yang memilih pergi; saat aku sedang cinta-cintanya.

Jumat, 13 September 2013




Man erkennt nie, was man hat, bis es weg ist.